Tugas III


PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA

Pada mulanya Koperasi berdiri di Inggris yaitu pada tahun 1844, yang pada saat itu koperasi bediri untuk mengatasi masalah perekonomian yang kapitalistis.

Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang ini.

Untuk mengetahui perkembangan koperasi di Indonesia, sejarah perkembangan koperasi Indonesia secara garis besar dapat dibagi dalam “ Beberapa Masa ”.

Masa Penjajahan

Di masa penjajahan Belanda, gerakan koperasi pertama di Indonesia lahir dari inisatif tokoh R. A. Wiriaatmadja pada tahun 1986. Wiriaatmadja, patih Purwokerto ( Banyumas ) ini berjasa menolong para pegawai, pedagang kecil dan petani dari hisapan lintah darat melalui koperasi. Beliau dengan bantuan E. Sieberg, Asisten Residen Purwokerto, mendirikan Hulp-enSpaar Bank. Cita-cita Wiriaatmadja ini juga mendapat dukungan dari Wolf van Westerrode, pengganti Sieberg. Mereka mendirikan koperasi kredit sistem Raiffeisen.

Gerakan koperasi semakin meluas bersamaan dengan munculnya pergerakan nasional menentang penjajahan. Berdirinya Boedi Oetomo, pada tahun 1908 mencoba memajukan koperasi rumah tangga ( koperasi konsumsi ). Serikat Islam pada tahun 1913 membantu memajukan koperasi dengan bantuan modal dan mendirikan Toko Koperasi. Pada tahun 1927, usaha koperasi dilanjutkan oleh Indonesische Studie Club yang kemudian menjadi Persatuan Bangsa Indonesia ( PBI ) di Surabaya. Partaui Nasional Indonesia ( PNI ) di dalam kongresnya di Jakarta berusah menggelorakan semangat kooperasi sehuingga kongres ini sering juga disebut “ kongres koperasi ”.

Pergerakan koperasi selam penjajahan Belanda tidak dapat berjalan lancer. Pemerintah Belanda selalu berusaha menghalanginya, baik secara langsug maupun tidak langsung. Selain itu, kesadaran masyarakat atas koperasi sangat rendah akibat penderitaan yang dialaminya. Untuk membatasi laju perkembangan koperasi, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan koperasi Besluit 7 April No. 431 tahun 1915. Berdasarkan peraturan ini rakyat tidak mungkin mendirikan koperasi karena :

1. mendirikan koperasi harus mendapat izin dari gubernur jenderal
2. akta dibuat dengan perantaraan notaris dan dalam bahasa Belanda
3. ongkos materai sebesar 50 golden
4. hak tanah harus menurut hukum Eropa
5. harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya juga tinggi

Peraturan ini mengakibatkan munculnya reaksi dari kaum pergerakan nasional dan para penganjurkoperasi. Oleh karena itu, pada tahun 1920 pemerintah Belanda membentuk “ Panitia Koperasi ” yang diketuai oleh J. H. Boeke. Panitia ini ditugasi untuk meneliti mengenai perlunya koperasi. Setahun kemudian, panitia itu memberikan laporan bahwa koperasi perlu dikembangkan. Pada tahun 1927 pemerintah mengeluarkan peraturan No. 91 yang lebih ringan dari perturan 1915. isi peraturan No. 91 antara lain :

1. akta tidak perlu dengan perantaraan notaries, tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi serta dapat ditulis dalam bahasa daerah
2. ongkos materai 3 golden
3. hak tanah dapat menurut hukum adat
4. berlaku untuk orang Indonesia asli, yang mempunyai hak badan hukum secara adat

Dengan keluarnya peraturan ini, gerakan koperasi mulai tumbuh kemabli. Pada tahun 1932, Partai Nasional Indonesia mengadakan kongres koperasi di Jakarta. Pada tahun 1933, pemerintah Belanda mengeluarkan lagi peraturan No. 108 sebagai pengganti peraturan yang dikeluarkan pada tahun 1915. Peraturan ini merupakan salinan dari peraturan koperasi Belanda tahun1925, sehingga tidak cocok dan sukar dilaksanakan oleh rakyat. Pada masa penjajahan Jepang, koperasi mengalami nasib yang lebih buruk. Kamntor Pusat Jawatan Koperasi diganti oleh pemerintah Jepang menjadi Syomin Kumiai Cou Jomusyo dan Kantor Daerah diganti menjadi Syomin Kumiai Saodandyo. Kumiai yaitu koperasi model Jepang, mula-mula bertugas untuk mendistribusikan barang-barang kebutuhan rakyat. Hal ini hanya alat dari Jepang untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang kebutuhan untuk Jepang. Walau hanya berlangsung selama 3,5 tahun tetapi rakyat Indonesia mengallami penderitaan yang jauh lebih dahsyat. Jadi, dalam masa penjajahan Jepang koperasi Indonesia dapat dikatakan mati.

Masa Kemerdekaan

Setelah bangsa Indonesia merdeka, pemerintah dan seluruh rakyat segera menata kembali kehidupan ekonomi. Sesuai dengan tuntutan UUD 1945 pasal 33, perekonomian Indonesia harus didasrkan pada asas kekeluargaan. Dengan demikian, kehadiran dan peranan koperasi di dalam perekonomian nasional Indonesia telah mempunyai dasar konstitusi yang kuat. Di masa kemerdekaan, koperasi bukan lagi sebagai reaksi atas penderitaan akibat penjajahan, koperasi menjadi usaha bersama untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup yang didasarkan pada asas kekeluargaan. Hal ini sangat sesuai dengan cirri khas bangsa Indonesia, yaitu gotong royong.

Pada awal kemerdekaan, koperasi berfungsi untuk mendistribusikan keperluan masyarakat sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi, Kementerian Kemakmuran. Pada tahun 1946, berdasarkan hasil pendaftaran secara sukarela yang dilakukan Jawatan Koperasi terdapat sebanyak 2.500 buah koperasi. Koperasi pada saat itu dapat berkembang secara pesat.

Namun karena sistem pemerintahan yang berubah-ubah maka terjadi titik kehancuran koperasi Indonesia menjelang pemberontakan G30S / PKI. Partai-partai memenfaatkan koperasi untuk kepentingan partainya, bahkan ada yang menjadikan koperasi sebagai alat pemerasan rakyat untuk memperkaya diri sendiri, yang dapat merugikan koperasi sehingga masyarakat kehilangan kepercayaannya dan takut menjadi anggota koperasi.

Pembangunan baru dapat dilaksanakan setelah pemerintah berhasil menumpas pemberontakan G30S / PKI. Pemerintah bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kehadiran dan peranan koperasi dalam perekonomian nasional merupakan pelaksanaan amanat penderitaan rakyat. Masa pasca kemerdekaan memang dapat dikatakan berkembang tetapi pada masa itu membuat perkembangan koperasi berjalan lambat. Namun keadaannya sperti itu, pemerintah pada atahun 1947 berhasil melangsungkan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Kongres Koperasi I menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain :

1. mendirikan sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia ( SOKRI )
2. menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi
3. menetapkan pada tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi

Akibat tekanan dari berbagai pihak misalnya Agresi Belanda, keputiuasab Kongres Koperasi I belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Namun, pada tanggal 12 Juli 1953, diadakanlah Kongres Koperasi II di Bandung, yang antara lain mengambil putusan sebagai berikut :

1. Membentuk Dewan Koperasi Indonesia ( Dekopin ) sebagai pengganti SOKRI
2. Menetapkan pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah
3. Mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
4. Segera akan dibuat undang-undang koperasi yang baru

Hambatan-hambatan bagi pertumbuhan koperasi antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut :

1. kesadaran masyarakat terhadap koperasi yang masih sangat rendah
2. pengalaman masa lampau mengakibtakan masyarakat tetap merasa curiga terhadap koperasi
3. pengetahuan masyarakat mengenai koperasi masih sangat rendah

Untuk melaksanakan program perkoperasian pemerintah mengadakan kebijakan antara lain :

1. menggiatkan pembangunan organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi
2. memperluas pendidikan dan penerangan koperasi
3. memberikan kredit kepada kaum produsen, baik di lapangan industri maupun pertanian yang bermodal kecil

Pada masa Orde Baru menempatkan koperasi sebagai ambang perekonomian. Koperasi seolah-olah berdiri pada barisan depan yang melindungi kepentingan rakyat banyak. Melalui koperasi, Kredit Usaha Tani (KUT) senantiasa tersalurkan kepada petani yang membutuhkan. Melalui koperasi pengadaan pangan pokok dapat diatur, sehingga harganya senantiasa dapat dikendalikan rendah. Ambang ekonomi diciptakan agar masyarakat ekonomi lemah tidak menjadi terpuruk sedemikian rupa, yang menyebabkan mereka menjadi gelap mata dan menuntut revolusi. Puluhan tahun Orde Baru berhasil dengan starategi ini, walau pada akhirnya ambang ekonomi yang direkayasa tak mampu menahan beban ekonomi akibat ambruknya nilai rupiah, dan pada gilirannya mengantarkan Soeharto pada akhir kekuasaannya. Namun demikian, selama 32 tahun memerintah, Orde Baru pun sebenarnya cuma menghasilkan banyak koperasi pedati, bukan koperasi sejati. Kita tahu, pedati hanya baru mau bergerak bila sudah dimuati dan ditarik oleh pihak lain. Dengan kebijakan pekat intervensi seperti ini, praktis gerakan koperasi Indonesia kehilangan masa-masa emas untuk melahirkan kader-kader koperasi yang tangguh.

Pada era Habibie, peran koperasi sebagai perpanjangan tangan pemerintah masih terlihat, yang dilandasi alasan untuk mendongkrak perekonomian yang terpuruk. Kebijakan campur tangan diganti menjadi kebijakan ulur tangan dalam porsi yang tinggi. Pembentukan koperasi baru sangat dipermudah, dan pemerintah tak khawatir kehilangan control politisnya. Jika dulu di pedesaan tidak boleh ada koperasi selain KUD, arangan itu dicabut. Disertai dengan limpahan berbagai fasilitas kredit yang diberikan, maka praktis jumlah koperasi dalam era singkat ini terdongkrak dari 51.000 menjadi 73.000 unit.

Namun sayang, koperasi baru yang lahir umumnya disinyalisasi sebagai koperasi-koperasi merpati, bukannya koperasi sejati. Kita tahu, merpati baru muncul saat remah-remah roti ditebarkan, dan akan kembali terbang saat makanan habis. Koperasi merpati seperti itu banyak bermunculan di era Habibie, ketika fasilitas (terutama dana kredit) banyak tersedia. Saat fasilitas habis, koperasi pun tinggal papan nama. Kembali, gerakan koperasi terlalaikan dari pembentukan kader koperasi.

Pada awal masa pemerintahannya, Abdurrahman Wahid menegaskan bahwa masalah koperasi adalah urusan masyarakat dan karenanya harus diselesaikan oleh masyarakat itu sendiri. Sikap ini diwujudkan dengan mengubah status kementerian koperasi dari departemen menjadi ondepartemen.

Dan hingga pasa tahun 2008

Koperasi di seluruh Indonesia tumbuh mencapai angka 149.793 unit pada 2008 atau tumbuh sebanyak 119 koperasi primer dan tujuh koperasi sekunder dengan peningkatan jumlah koperasi berkualitas mencapai 886 koperasi."Pertumbuhan koperasi primer dan sekunder tingkat nasional dalam tahun 2008 sebanyak 119 koperasi primer dan 7 koperasi sekunder".

Total jumlah koperasi seluruh Indonesia sebanyak 149.793 koperasi. Dan dari hasil pengklasifikasian dan pemeringkatan maka jumlah koperasi berkualitas pada 2008 mencapai 42.267 koperasi. Sebelumnya, pada 2007 koperasi berkualitas hanya berjumlah 41.381 unit sehingga ada peningkatan jumlah koperasi berkualitas sebanyak 886 unit atau 2,14 persen. "Sedangkan jumlah modal koperasi mencapai Rp43,55 triliun yang terdiri dari modal sendiri dan modal dari luar".

Sementara itu, jumlah volume usaha koperasi mencapai Rp63,08 triliun dan Sisa Hasil Usaha (SHU) sebesar Rp3,47 triliun. Sampai dengan Desember 2007 jumlah koperasi aktif sebanyak 104,999 unit atau 70,10 persen dan sisanya merupakan koperasi tidak aktif.

0 komentar:

Posting Komentar